Mittwoch, 28. Mai 2014

Sempurna


“Nathaaaann, tangkep!” Teola melayangkan pesawat terbang dari kertas ke arah Nathan.
Nathan menangkapnya, lalu menghela napas. 

“Demi Tuhan, Teo, ini hasil ulangan matematika gua. Berhenti bersikap kayak anak kecil.”

Teola hanya nyengir sambil berjalan santai ke mejanya, hasil ulangan Nathan adalah yang terakhir ia bagikan.

“Oi, Teo! Hasil ulangan gua mana?” teriak Devon yang duduk di belakang Nathan.

“Tuh!” jawab Teola sambil menunjuk topi dari kertas di meja Devon.

“Demi Tuhaann, Teooo.. Umurlo berapa sih?” sindir Devon, tapi Teola hanya ketawa tanpa dosa.

Nathan hanya tersenyum melihatnya.

“Nath,ada apaan si? Rame amat.” panggil Deanita

“Biasa, si Teola.” Jawab Nathan sambil tersenyum.

“Teola, si Bayi kelas 1 SMA.” Devon menambahkan

Deanita tertawa. “Emang dia buat tingkah apalagi, Dev? Lo keliatannya sewot amat ma Teo.”

“Kertas ulangan gua dibentuk topi-topian.”

“Lah, dia emang kayak gitu. Kertas ulangan gua dibuat bebek-bebekan. Dia tuh bocah banget.”

“Bocah yang menjadi ketua kelas. gak ngerti lagi gua.”

“Udahlah, Dev. Marahnya jangan lama-lama. Cepet tua lho.” Nathan menenangkan sahabatnya itu

“Btw,  matematikalo berapa?”

“90. Lo?” Nathan menjawab dengan datar.

“Lo dapet berapa, Dev?” Deanita menyambung.

“Berapa ya? Au 60 au 65. Ya, ga jauh-jauh dari itu lah.” Devon, menjawabnya dengan santai.

Deanita menatap Devon heran.

“Ngapain lo ngeliatin gua gitu?” kata Devon setengah sewot.

“Asli, Dev, gua baru nemu orang kayak lo.”

Devon dan Nathan menoleh pada Deanita.

“Maksudlo?” tanya Devon sambil mengangkat satu matanya.

“Hei, kalian! Udah bel.” tetiba Teola mengingatkan.

“Masuk yuk. ‘ntar kita lanjuitn lagi ngobrol-ngobrolnya.” Kata Deanita kemudian. 


 “Nath, tadi ngobrol paan si? Seru amat.” Teola menoleh pada Nathan yang duduk di 
 sampingnya

“Nilai Ulangan, Te.”

“Tapi ko serius banget?!”

“Selamat Siang anak-anak.” tetiba pak Ahnung masuk, suasana kelas langsung sunyi senyap.
“Bapak ingin menyampaikan, bahwa bapak bangga pada kalian. Nilai ulangan kalian kemarin cukup memuaskan. Walapun ada beberapa yang nilai masih dibawah.” Pak Ahnung menghela napas. “Deanita, Devon, Virgo, Leo, Juno, bapak lupa siapa lagi. Kalian, yang tadi bapak sebut namanya, belajar yang lebih giat lagi. Mau jadi apa kalian, jika nilai matematika kalian saja masih di bawah?? Apa kalian terlahir untuk menjadi orang bodoh? Matematika itu penting, matematika itu ...

“PAK!!!”

Tiba-tiba Teola bersuara ditengah keheningan kelas, memotong kata-kata Pak Ahnung.

“Ada apa Teola?” tanya Pak Ahnung sambil menatap tajam Teola yang sedang berdiri.

“Saya keberatan dengan kata-kata bapak. Pak, bapak adalah seorang guru dan bapak tidak pantas menyebut murid-murid bapak bodoh.” Teola menatap tajam Pak Ahnung, tanpa rasa takut.

“Kamu berani melawan saya, Teola?!” pak Ahnung meninggi.

Teola hanya menatap tajam pak Ahnung , tanpa ada rasa gentar dan takut.

“Teola, nilai ulangan kamu, saya kurangi 3 poin!” kata pak Ahnung, beliau  langsung keluar kelas sambil menahan marah. 

                        ------------------------------------------bersambung------------------------------------------------
 

Keine Kommentare:

Kommentar veröffentlichen