1. Khadijah binti Khuwailid. Pada masa itu,
kaum Quraisy terkenal sebagai kaum pedagang. Khadijah binti Khuwailid juga
seorang saudagar yang terpandang dan kaya raya. Ia mengupah beberapa pria untuk
menjual dagangannya. Ketika sampai kepadanya kabar tentang Rasulullah yang terkenal
jujur, terpercaya, berakhlak mulia, maka ia mengupah Rasulullah untuk
menjual perniagaannya ke negeri Syam. Ia memberikan perniagaan yang
paling baik dari yang pernah dia berikan kepada orang lain sebelumnya.
Seorang budak Khadijah yang
bernama Maisarah ikut bersama Rasulullah. Rasulullah
menerima tawaran tersebut, lalu beliau berangkat ke negeri
Syam. Singkat cerita, setelah sampai kembali ke Mekkah, Maisarah
menceritakan ihwal Rasulullah seperti yang ia lihat. Maka Khadijah berkata
kepada Rasulullah: “Wahai sepupuku, sungguh saya sangat menyukaimu karena kerabatmu,
kedudukanmu di antara kaummu, amanahmu, akhlakmu yang mulia serta karena
kejujuranmu. Kemudian Khadijah menawarkan dirinya kepada Rasulullah untuk dinikahi. Setelah Rasulullah mendapatkan
tawaran itu, beliau menceritakan kepada paman-pamannya. Maka, paman
beliau, Hamzah bin Abdul Muttalib
menemui Khuwailid bin Asad untuk meminang Khadijah. Rasulullahpun menikah
dengan Khadijah. Ibnu Hisyam berkata: “Khadijah adalah wanita
pertama yang dinikahi Rasulullah dengan mahar sebanyak dua puluh ekor
anak sapi. Beliau tidak memadunya selama ia masih hidup.”
2. Dari Tsabit Al-Bunani, ia
berkata: Saya pernah duduk bersama Anas bin Malik, dan kala itu hadir
pulasalah seorang putrinya. Anas berkata: “dulu pernah datang seorang
wanita menawarkan dirinya kepada Rasulullah , sambil berkata:‘Wahai
Rasulullah apakah engkau ingin menikahiku ?’ ”Putri
Anas berkomentar: “sungguh
sedikit rasa malu wanita
itu, dan sungguh jelek perangainya.”
Anas menjawab: “Wanita itu lebih baik daripada
dirimu.Karena ia cinta kepada Rasulullah, ia menawarkan dirinya.”
3. Dari Sahl bin Saad As-Saidiy, ia berkata:
Pernah seorang wanita datang menemui Rasulullah . Ia berkata: ”Wahai
Rasulullah saya datang untuk menghibah diriku kepadamu.”Rasulullah memandanginya dari atas sampai ke
bawah.Kemudian mengangguk-anggukkan kepala.
Ketika wanita itu melihat
Rasulullah tidak memberikan keputusan sedikitpun, ia duduk. Lalu,
bangkitlah seorang pemuda. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, kalau engkau tidak
menginginkannya, maka nikahkanlah aku dengannya.” Rasul bertanya:
“Apakah engkau memiliki sesuatu ?”
Ia menjawab: “Tidak,
sungguh aku tidak punya apa-apa wahai Rasulullah.”
Rasul berkata: “Pulanglah ke
keluargamu. Mungkin kamu bisa mendapatkan sesuatu.”
Maka pergilah pemuda ini. Setelah
kembali ia berkata:“Aku tidak mendapatkan apapun wahai Rasulullah.”
Rasul berkata: “Carilah, walaupun hanya cincin dari besi.”
Pemuda ini pergi lagi, namun ketika kembali ia
bekata:“Aku tidak mendapatkan apapun walau hanya cincin besi wahai
Rasulullah. Tapi aku hanya punya kain ini, akan kuberikan separoh.”
Rasul bertanya: “Apa yang bisa kau lakukan dengan kainmu
itu. Kalau engkau kenakan, maka ia tidak bisa memakai kainmu.
Tapi kalau ia yang memakai, maka
kamu tidak punya kain lainnya. ”Pemuda itupun terduduk. Setelah agak lama, ia
bangkit untuk pergi. Begitu Rasulullah melihat ia sudah pergi beliau
memerintahkan untuk memanggilnya.
Rasul bertanya kepadanya: “Apakah
kamu punya hafalanAl-Quran ?” Ia menjawab: “saya bisa menghafal surat ini dan
itu”(ia menyebutkan beberapa surat Al-Quran)
Rasul bertanya: “Apakah kamu
benar-benar menghafalnya dalam hatimu? ” Ia menjawab: “Benar.”
Rasul berkata: “Engkau kini dapat
menikahinya dengan hafalanmu itu.”
Kedua hadits di atas pada
dasarnya menceritakan kisah sahabiyah yang menawarkan dirinya kepada
Rasulullah . Namun, bukan berarti perbuatan itu hanya khusus dibolehkan
untuk Rasulullah . Karena, ada bentukpenawaran yang khusus bagi Rasulullah ,
yaitu hibah dan ada yang hanya berupa tawaran (‘ardh) biasa.
Perbedaan antara hibah dengan
‘ardh (tawaran) sangat penting diketahui. Karena, keduanya sangat jauh berbeda.
Hibah adalah pernikahan yang
dilakukan tanpa wali dan tanpa mahar. Ini khusus bagi Rasulullah, tidak
boleh dilakukan oleh orang lain selain beliau. Berbeda dengan tawaran
(‘ardh). Walaupun bentuk awalnya sama, yaitu seorang wanita menawarkan
dirinya kepada seorang pria, namun pernikahannya
tetap diselenggarakan secara syar’i dengan menghadirkan wali dan
membayar mahar. Ini boleh dilakukan oleh siapa saja, bukan kekhususan
Rasulullah. Imam Bukhari memuat hadits kedua dan ketiga di atas dalam bab
“wanita menawarkan dirinya kepada laki-laki soleh” di kitab shahihnya.
Kedua hadits di atas membuktikan
bahwa wanita yang menawarkan dirinya kepada Rasulullah bukan hanya
satu orang. Seperti disebutkan dalam sebuah riwayat dari Imam Bukhari
dan yang lainnya: Aisyah berkata: “Saya sangat cemburu kepada wanita-wanita
yang menghibahkan dirinya kepada Rasulullah. ”Akan tetapi, Rasulullah tidak
pernah menikahi wanita yang menghibahkan diri kepada beliau. Semua
istri Rasulullah adalah wanita yang dinikahi dengan aqad pernikahan
biasa atau budak wanita yang dihadiahkan kepada beliau (seperti Mariah
Qhibthiyyah).
Ini adalah pendapat yang
rajih di antara para ulama. Rasulullah telah diberikan hak untuk memilih,
menerima hibah atau menolaknya.
Seperti yang Allah firmankan:
Dan wanita mukminah yang
menghibahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi ingin menikahinya,
sebagai pengkhususan bagimu, bukan kepada seluruh kaum mukminin. (Al-Ahzab:50)
Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Jarir
membawakan ucapan Ibnu Abbas : “Tidak ada seorangpun istri Rasulullah
dari wanita yang menghibah dirinya kepada beliau.” Mungkin saja
–Allahu A’lam—,hikmah yang terkandung dalamnya
adalah, Nabi khawatir akan datang wanita berbondong-bondong untuk
menghibah dirinya. Bila beliau menikahi salah satunya dan menolak yang
lain, maka akan membuat mereka sedih. Atau jika Rasulullah menerima
semuanya, maka akan membuat beliau bertambah sibuk dan memikul tanggung
jawab yang lebih besar.
Tidak diragukan lagi, bahwa
kebanyakan para sahabiyah sangat menyukai untuk memperoleh kemuliaan
sebagai istri Rasulullah . Dengan begitu mereka bisa menjadi Ummahatul
Mukminin, serta akan menjadi pendamping Rasul di Surga kelak.
Al-‘Aini berkata: “Hadits tadi
memuat dalil bolehnya seorang wanita menawarkan dirinya kepada
laki-laki soleh. Wanita itu juga boleh memberitahukan bahwa
ia mencintai laki-laki tersebut karena kesolehannya, keutamaan yang
dimilikinya, keilmuannya, dan kemuliannya. Sungguh ini bukan suatu
perangai jelek. Bahkan, ini menunjukkan keutamaan yang dimiliki
wanita itu.
Sedangkan komentar putri Anas –dalam Hadits
tadi—, karena ia hanya melihat dari luarnya saja. Ia belum mengetahui
makna perbuatan wanita tersebut sampai bapaknya, Anas, memberitahukan ia
bahwa wanita itu lebih
baik dari dirinya.
Adapun, apabila seorang wanita menawarkan
diriny kepada seorang laki-laki hanya karena tujuan duniawi, maka
itu adalah perbuatan yang sangat jelek dan sebenarnya ia telah membuka
kejelekannya sendiri.”
Ibnu Hajar berkata: “Dalam dua Hadits yang
dibawakan Imam Bukhari itu, menunjukkan kebolehan bagi wanita untuk
menawarkan dirinya kepada laki-laki, dan boleh memberitahukan bahwa ia
menyukainya. Perbuatan ini tidaklah
merendahkan martabatnya.
Adapun bagi laki-laki yang mendapatkan tawaran,
ia memperoleh hak untuk menerima atau menolak. Akan tetapi,
apabila ia hendak menolak janganlah mengucapkan dengan terus terang, tapi
cukup dengan diam.”